ESENSI ASESMEN KOMPETENSI MINIMUM DALAM PEMBELAJARAN

Published by TeacherCreativeCorner on

    1. Guru dapat menugaskan siswa menutup mata dengan meraba ubin ubin dan menempatkan kelereng pada ubin-uin itu secara terurut dan memberikannya skor
    2. Guru juga dapat melakukan penilaian perfomace dengan mengosongkan beberapa bagian ubin dan menugaskan siswa melengkapinya lagi sambal memberikan skor
    3. Guru dapat berorientasi bentuk susunan kelereng yang tertata rapi, dengan menghilangkan salah satu bagian dari bentuk itu, dan menugaskan siswa membilang angkanya sambal memberinya peringkat bintang
    4. Guru dapat melakukan permainan tebak jumlah dengan cara membandingkan kartu angka dengan jumlah kelereng dimana siswa lain yang menuliskan skornya di bawah bimbingan guru
    5. Latihan sekaligus penilaian dilakukan berulang-ulang sampai siswa menemukan sendiri gabungan angka, nilai tempat dan sekaligus membilangnya

Melalui salah satu proses langkah pembelajaran seperti di atas, kita tidak akan kesulitan lagi untuk membuat soal AKM, atau bahkan kita tidak perlu lagi melatih siswa dengan soal AKM. Pembelajaran seperti itu telah memberi siswa pengalaman belajar untuk mengurutkan angka, mengenal bentuk susunan kelereng sekaligus nilai dari susunan kelereng itu. Pada tingkat kelas yang lebih tinggi, ketika melihat susunan kelereng, kotak persegi atau benda apapun, mereka akan dengan cepat menentukan berapa jumlah kelerang itu.

Jika soal AKM merasa sangat perlu dibuat, karena kita ragu dengan kemampuan siswa, kita dapat mencobanya dengan membuat soal ilustrasi seperti menggunakan gambar di atas. Pertanyaan yang memungkinkan dari gambar ilustrasi itu misalnya dengan menjodohkan, menguji logika siswa dengan pertanyaan pilihan ganda kompleks, atau mengacak bilangan dan menugaskan siswa mengurukannya kembali.

Dari proses belajar di atas sesungguhnya dapat kita menyelenggarakan pembelajaran dengan menggunakan project base learning. Sebagian dari kita sering berpendapat bahwa pembelajaran model seperti itu hanya cocok dilakukan pada sekolah yang sarannya lengkap dan berada di daerah perkotaan. Coba kita buka pikiran kita, seandainya kita ajak siswa untuk bermain di taman, kebun sekolah, bahkan di pantai, dengan menggunakan benda-benda yang ada di sekitar kita seperti, batu, daun, pasir, buah, batang kayu dan lain-lain, sudah pasti lebih seru kan? Kuncinya sekarang adalah ada pada kita sebagai guru, antara mau dan tidak melakukan itu. Model project base learningpun sesungguhnya bukan hal yang sulit dilakukan jika kita memiliki kemauan. Misalnya kita dapat menugaskan siswa untuk membangun candi dari kardus bekas, atau bekas wadah minuman seperti teh gelas yang ditumpuk. Mulai dari menyediakan bidang kosong, meletakkan satu gelas, dua gelas, ditumpuk sehingga ada tiga gelas, atau bentuk dan cara menumpuk lain yang  dapat divariasikan.

Baca Juga

Kesimpulan

RPP AKM seperti topik pada judul di atas, sesunggunya dapat kita buat secara sederhana, yang terpenting sekenario pembelajaran yang akan kita terapkan pada saat pembelajaran berlangsung benar-benar memberi pengalaman belajar pada siswa. Apalagi pengalaman belajar yang mereka peroleh itu sangat menyenangkan melalui kegiatan permainan, maka sudah pasti tidak lagi ada istilah siswa takut dengan matematika. Proses belajar yang menyenangkan seperti itu, akan berdampak pada performa guru yang dirindukan siswa, guru yang mempesona, dan guru yang tidak pernah bosan untuk senantiasa aktif menciptakan trik-trik baru dalam mengejar. Penulis sangat menjamin, jika kita berani melakukannya sekali saja, maka guru pasti akan ketagihan melakukan ini.

Model penilaian yang sangat kaku dengan hanya memandang bahwa menilai adalah identik dengan siswa menjawab soal sudah saatnya kita ubah. Seperti dijelaskan di atas, ketika anak-anak kita menjalani kehidupan kelak, mereka akan selalu berhadapan dengan masalah yang harus mereka pecahkan. Ketika mereka lapar, ketika mereka berhadapan dengan kemacetan, ketika mereka berhadapan dengan situasi yang terpaksa menjeratnya untuk berhutang, atau ketika mereka harus menentukan pilihan saat mulai membuka usaha, mereka tidak memerlukan soal pilihan ganda. Saat itu, diperlukan skill, kemampuan bernalar kritis, kreatifitas, komunikasi yang baik dan berkerjasama dengan pihak lain untuk membantu menyelesaikan masalahnya.  Jika mulai dari sekarang hal ini dirintis oleh para guru, kita semua yakin bahwa anak-anak kita kelak akan mampu berhasil sebagai pelaku kehidupan di Era Industri 4.0.

Selamat Mencoba!

Info terkait Asesemen Kompetensi Minimum disini


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: