TIPS PEMBELAJARAN BERPIKIR UNIVERSAL
Rasional
Pada topik-topik sebelumnya penulis telah membahas tentang apa pentingnya pemikiran universal. Cara berpikir universal merupakan upaya seseorang untuk menyadari keberadaannya merupakan bagian dari alam semesta. Hidupnya berawal dan berakhir kepada alam itu sendiri. Pemikiran ini akan membawa kita pada kesadaran bahwa apapun yang terjadi adalah berhubungan dengan bagaimana kita bertindak terhadap alam demikian pula sebaliknya alam bereaksi terhadap kita. Pemikiran ini tidak serta merta melepaskan diri dari hubungan dengan manusia. Pemikiran universal juga memandang manusia dan mahkluk lainnya merupakan bagian dari alam. Demikian pula apakah terlepas dari pemikiran dengan Tuhan sebagai pencipta? Pemikiran universal justru dalam kerangka memahami alam sebagai sebuah maha karya, sehingga berupaya memahami Tuhan dengan tingkat intelektualitas yang jauh lebih tinggi dan mendalam. Bukan hanya memikirkan tentang benar atau salah, sorga atau neraka, tetapi lebih luas dan dalam dari hal sederhana tersebut.
Menurut Wikipedia, pemikiran universal adalah identik dengan kesadaran universal dimana merupakan konsep metafisik yang menyarankan esensi yang mendasari semua makhluk dan keberadaan di alam semesta. Ini mencakup keberadaan dan penjelmaan yang terjadi di alam semesta sebelum munculnya konsep “Pikiran”, sebuah istilah yang lebih tepat merujuk pada aspek organik, manusiawi, dari kesadaran universal. Ini membahas makhluk anorganik dan menjadi dan interaksi yang terjadi dalam proses itu tanpa referensi khusus ke hukum fisika dan kimia yang mencoba menggambarkan interaksi tersebut. Interaksi tersebut telah terjadi, memang terjadi, dan terus terjadi. Kesadaran universal adalah sumber, dasar, dasar, yang mendasari interaksi tersebut dan kesadaran serta pengetahuan yang disiratkannya.
Cara berpikir universal menurut beberapa sumber lebih banyak dikaitkan dengan filsafat hidup, dalam upaya mencari arti kehidupan. Pencarian manusia tentang eksistensi kehidupan, telah berlangsung lama, mulai dari pandangan teologi, hingga teknologi sekarang. Semua upaya filusuf baik yang beraliran teologis hingga teknologis, seakan tidak pernah berhenti, untuk mencari dan bahkan masih berdebat hinngga kini. Perdebatan itupun, jika dipandang secara fair adalah hal positif untuk memastikan manusia di masa yang akan datang untuk tetap dapat hidup sejahtera. Terlepas dari kepentingan golongan, politik dan apapun itu namanya, sehingga mendatangkan aspek negatif dari perselisihan pendapat itu adalah sebuah dinamika belaka. Sudahlah, menurut penulis, jangan diperpanjang lagi hal itu. Yang jelas, tantangan di depan yang menghadang adalah umur bumi kita yang terlalu pendek jika dibandingkan dengan konstelasi alam semesta dan harapan kita. Mau tidak mau, suka tidak suka, 2 sampai 3 miliar tahun ke depan, bumi sudah musnah, menurut prediksi para ahli. Ukurannya sangat jelas, yaitu bahan bakar matahari suatu saat akan habis, dan padam, maka kehidupan di bumi pun akan berakhir. Bahkan umur kehidupan sendiri, bisa lebih pendek dari itu, jika manusia tidak bersatu-padu, untuk memikirkan bagaimana jalan keluarnya.
Proses menginternalisasi konsep cara berpikir univeral harus dimulai dari anak-anak. Sehingga anak-anak kita sadar tentang fakta kehidupan yang sesungguhnya, sehingga secara mental mereka lebih siap dalam menghadapi kejadian alam beserta fenomanya. Seperti mereka akan tanggap ketika gempa, gunung meletus, banjir, tsunami, badai dan bencana alam lainnya, hingga bencana yang dapat menyebabkan kepunahan seperti bumi ditabrak benda berukuran besar. Dengan pemahaman yang utuh tentang cara berpikir universal ini, bukan hanya terletak dalam pikiran, tetapi tercermin secara nyata dalam aktifitas tindakannya pada kehidupan sehari-hari.
0 Comments