VUCA
Perlu kita sadari bersama bahwa perkembangan peradaban manusia sesungguhnya berangkat dari ketiadakpastian. Kemampuan manusia mencipatakan api pada awal peradaban manusia beranjak dari keingintahuan manusia sebagai mahluk yang berpkir dan cepat dalam beradaptasi, sehingga sering melakukan kegiatan coba-coba. Awalnya mereka tidak dapat memperkirakan bahwa tumbuhan sebagai bahan makanan yang tumbuh liar jika di tanam dengan baik maka akan menghasilkan buah yang jauh lebih banyak dari sekedar mereka meramu. Demikian pula kegiatan beternak akan lebih baik dari sekedar mereka berburu.
Peradaban yang berkembang semakin cepat membawa manusia pada situasi yang tidak pasti. Mungkin kita masih ingat bagaimana peradaban Yunani dan Romawi yang dihancurkan para serdadu berkuada suku-suku Viking dari utara. Bagaimana mapannya peradaban spiritual sebelum dijatuhkan oleh peradaban Renaisanace dengan lahirnya pemikir-pemikir rasional. Bagaimana revolusi industri telah menjadi awal dari perebutan sumberdaya sehingga menyebabkan terjadinya Perang Dunia I dan ke II. Bagaimana tantangan dan tekanan perang pada Perang Dunia II yang memaksa Jepang menyerah kalah akhirnya menjadi landasan perkembangan teknologi yang kian masif di tahun 1950 hingga kini.
Tekanan mental, ketidaknyamanan, ketidakpastian, ketidakkonsistenan merupakan suatu faktor yang telah membawa tantangan besar bagi umat manusia untuk mengambil berbagai keputusan dan tindakan kreatif sebagai upaya memecahkan masalah. Hingga pergolakan dan pertikaian skala besar di dunia mereda sejak tahun 1960 hingga kini.
Belajar dari hal itu sesunggguhnya peradaban akan mengalami kemajuan jika manusia telah mampu melampaui berbagai tantangan. Sehingga tercipta hal-hal baru yang menurut data penelitian semakin masif ketika terjadi konflik. Pertanyaannya, apakah kita harus menciptakan konflik supaya kita memiliki tantangan sehingga peradaban manusia semakin maju? Tentu saja tidak demikian. Justru dengan semakin majunya pola berpikir manusia di tengah-tengah kondisi yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebebasan berpikir melahirkan strategi baru dalam menghadapi tantangan.
Kebebasan berpikir telah membawa manusia akhirnya semakin sadar bahwa sesungguhnya ketidakpastian adalah tantangan yang paling besar dalam kehidupan. Pada suatu operasi tempur di era sembilan puluhan yang menggambarkan situasi medan tempur yang dihadapi oleh pasukan operasional Amerika dimana informasi medan yang ada amat terbatas. Bertempur dalam keterbatasan informasi serasa berjalan dalam kebutaan dan bisa menimbulkan chaos Keadaan ini diistilahkan sebagai medan perang kabut (fog war). Pengalaman itu selanjutnya menjadi pemikiran dan pembelajaran bagi para pegiat ekonomi untuk mengatasi masalah yang bersifat Volatile, Uncertain, Complexity and Ambiguity yang selanjutnya disingkat VUCA.
Kesadaran tentang VUCA yang sesungguhnya hadir pada keseharian hidup kita yang selalu kita anggap sebagai ancaman dan tantangan. Sikap yang sering berkembang dalam menghadapi ancaman dan tantangan itu sering kali untuk meniadakannya. Ketidakhadiran ancaman dan tantangan tersebut sering kali sangat diharapkan terjadi dan dijadikan visi, misi dan tujuan organisasi. Kejengkelan kita terhadap ancaman dan tantangan karena kita enggan beranjak dari kenyamanan hidup.
Hakekat manusia pada satu sisi adalah ingin selalu menjalani kehidupan menjadi lebih baik. Kehidupan lebih baik itu kalau kita deskripsikan lebih lanjut adalah seperti digambarkan dalam kehidupan madani. Dalam kehidupan serupa itu manusia digambarkan hidup dalam kedamaian dan kenyamanan dengan kesejahteraan yang terjadi di segala bidang. Memiliki kecukupan sandang dan pangan, memiliki rumah bagus, mobil bagus, keluarga yang rukun dan bahagia dan sebagainya merupakan impian semua manusia madani.
Realitas keinginan manusia dalam menjalani kehidupan madani adalah untuk meminimalisir masalah yang timbul dari suatu kondisi tertentu. Sementara realitas alami dari kehidupan adalah tantangan dan ancaman yang datang setiap saat. Sifat mendasar dari ancaman dan tantangan itu adalah VUCA (Volatile, Uncertain, Complexity and Ambiguity)
Jika dikaitkan dengan organisasi realitas keinginan manusia adalah untuk selalu meminimalisir terjadinya VUCA sehingga masa depan dan alur kehidupan lebih mudah diprediksi. Kita lebih mudah untuk menetapkan batasan-batasan dalam perencanaan dan penerapan program sehingga sesuai dengan ruang lingkup pembicaraan. Melalui pemikiran dan tindakan itu organisasi dapat diprediksikan akan bebas dari ancaman dan tantangan. Kita sangat menyukai ketika suatu program berjalan lancar, aman, tidak ada gangguan, dan ancaman. Harapan kita kerap menginginkan sesuatu itu berjalan dengan mudah dan dimudahkan.
Struktur hubungan manusia dalam masyarakat moderen sebagian besar terpola menjadi organisasi-organsisasi, yang sejatinya, organisasi itu diciptakan adalah dengan tujuan untuk mempermudah mengelola kesulitan-kesulitan. Sebagai atasan dalam suatu organisasi menginginkan perjalanan organisasi berjalan lancar beserta program-program yang dirancangnya. Sebagai bawahan suatu organisasi selalu berkeinginan untuk diperhatikan dan diberi kemudahan dan kenyamanan. Kedua sudut pandang tersebut secara metodelogi pelaksanaan organisasi disinkronkan dengan upaya penyelesaian paling aman adalah 50 : 50. Sehingga keselarasan antara kedua belah pihak akan terjadi.
0 Comments