Pengembangan Instrumen

Published by TeacherCreativeCorner on

Penyegaran Calon Dosen/Instruktur PPG |Unit 3. Pembimbingan PPL

Fasilitator : Ahmad, PhD, dan Pamujo, M. Pd (Kemdikbud Dirjen GTK)

Daftar Isi Unit 3

  1. KB 1 Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen
  2. KB 2 Pengembangan Instrumen
  3. KB 3 Pengembangan Pedoman Penilaian
  4. KB 4 Analisis Penerapan Evaluasi untuk Perbaikan Pembelajaran

KB 2. Pengembagan Instrumen

Pengembangan instrumen penilaian kisi-kisi, prosedur berikutnya yang dilakukan pendidik adalah mengembangkan instrumen penilaian. Tentunya pengembangan instrumen dalam KB 2 ini mencakup penilaian ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Secara lebih operasional disebutkan sebagai kompetensi inti (KI) sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan, secara berurutan disingkat dengan KI-1, KI-2, KI-3, dan KI-4. Sebagaimana yang tertuang dalam Rumusan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar dalam Permendikbud Nomor 37 Tahun 2018.  Membuat instrumen penilaian merupakan tahapan yang tertuang dalam Pasal 13 Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan. Prosedur penilaian proses dan hasil belajar oleh pendidik, satuan pendidikan, atau pemerintah setelah menyusun kisi-kisi adalah membuat instrumen penilaian berikut pedoman penilaiannya.

Baca Juga

  1. Laporan Kegiatan Diklat Hari I
  2. Laporan Kegiatan Diklat Hari II
  3. Laporan Kegiatan Diklat Hari III
  4. Laporan Kegiatan Diklat Hari IV
  5. Laporan Kegiatan Diklat Hari V
  6. Seba Serbi Materi Diklat

Capaian yang diharapkan setelah Kegiatan Belajar 2 Instruktur diharapkan dapat membimbing mahasiswa mengembangkan:

  1. instrumen penilaian sikap
  2. instrumen penilaian pengetahuan
  3. instrumen penilaian keterampilan

Materi

Pengembangan Instrumen Sikap

Menurut Puspendik (2015), penilaian sikap sosial dan spiritual lebih tepat dinilai  dengan pendekatan evaluative judgment pendidik terhadap perilaku peserta didik melalui dua acara, yaitu holistic format dan analytic format. Melalui holistic format, pendidik melakukan judgment terhadap perilaku peserta didik secara menyeluruh dengan deskripsi yang eksplisit dari perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik) yang mencakup semua aspek sikap yang dinilai. Pada analytic format, pendidik melakukan judgment terhadap perilaku peserta didik secara rinci untuk aspek sikap yang dinilai dengan indikator perilaku yang eksplisit yang menggambarkan perilaku ideal (sangat baik) sampai perilaku kurang ideal (kurang baik).  Deskripsi perilaku untuk holistic format (penilaian secara menyeluruh) dan indikator perilaku untuk analytic format (penilaian yang dibuat berdasarkan aspek-aspek tertentu) dirumuskan secara bersama antara pendidik dan sekolah dengan mengacu kepada nilai (values) yang ingin dikembangkan yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan moral peserta didik.

Baca Juga

  1. Strategi Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen
  2. Strategi Refleksi Pembelajaran
  3. Manfaat Feedback Pembelajaran dari Siswa
  4. Pengembangan Leadership Skill Guru Pemula
  5. Menjadi Guru Mempesona
  6. Penyusunan Perangkat Pembelajaran Berbasis TPACK
  7. Strategi Perencanaan Refleksi
  8. Peer Teaching
  9. Konsep Evaluasi Pembelajaran
  10. Mengembangkan Bahan Ajar
  11. Merancang Langkah Pembelajaran
  12. Mengembangkan Indikator dan Tujuan Pembelajaran
  13. Praktik Keprofessionalan Mengajar
  14. Praktik Keprofessionalan Non Mengajar
  15. Platform LMS Moodle & Big Blue Button

Penilain sikap peserta didik dapat dilakukan pendidik dengan menggunakan lembar observasi (pengamatan), baik observasi tertutup maupun terbuka. Untuk melengkapi hasil penilaian sikap tersebut, pendidik juga dapat menggunakan penilaian diri dan penilaian antar teman sebagai penunjang. Lembar observasi merupakan instrumen yang dapat digunakan oleh pendidik untuk memudahkan dalam membuat laporan hasil pengamatan terhadap perilaku peserta didik yang berkaitan dengan sikap spiritual dan sikap sosial. Catatan pengamatan yang dilakukan pendidik hanya dilakukan pada perilaku peserta didik yang “tidak biasa”. Berdasarkan catatan tersebut pendidik dapat membuat deskripsi penilaian sikap peserta didik yang bersangkutan.

Sedangkan bagi peserta didik yang secara umum memperlihatkan sikap yang termasuk kategori berperilaku “baik sekali, baik, cukup, ataupun kurang” pendidik dapat membuat deskripsi untuk masing masing kategori tersebut dan berikut saran pembinaan (bimbingan) yang akan dilakukan. Kemdikbud (2017) memberikan contoh Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati sikap peserta didik di kelas maupun di luar kelas dapat berupa lembar observasi terbuka maupun tertutup.

Contoh Lembar Observasi Terbuka

ppg52

Contoh Observasi Tertutup

ppg53

Contoh  Contoh Lembar Penilaian Diri Peserta Didik
Nama : ……………………………
Kelas : ……………………………
Semester : ……………………………
Petunjuk : Berilah tanda centang (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya

ppg54

Contoh Format Penilaian Antarteman dengan model Skala Likert
Nama teman yang dinilai : …………………………………
Nama penilai : …………………………………
Kelas : ………………………………… Semester : ……………
Petunjuk: Berilah tanda centang (√) pada kolom yang sesuai dengan keadaan kalian yang sebenarnya. Keterangan: TS= Tidak setuju; KS= Kurang setuju; S= Setuju; SS= Sangat Setuju

ppg55

Contoh  Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran matematika

ppg56

Contoh Skala Beda Semantik Pelajaran Matematika

ppg57

Instrumen yang telah disusun, perlu ditelaah dengan beberapa kriteria berikut ini:

  1. butir pertanyaan/pernyataan sesuai dengan indikator,
  2. bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar,
  3. butir pertanyaaan/pernyataan tidak bias,
  4. format instrumen menarik untuk dibaca,
  5. pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas, dan
  6. jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.

Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan pada instrumen afektif sebaiknya disesuaikan dengan  tingkat pendidikan responden. Perlu diperhatikan juga panjang instrumen karena berhubungan dengan kebosanan, yaitu tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih dari 30 menit. Langkah pertama dalam menulis suatu pertanyaan/pernyataan adalah informasi apa yang ingin diperoleh, struktur pertanyaan dan pemilihan kata-kata. Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.

Contoh pertanyaan yang bias: Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua?
Contoh pertanyaan yang tidak bias: Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua?

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, menurut Mardapi (2003) yaitu:

  1. Gunakan kata-kata yang sederhana sesuai dengan tingkat pendidikan responden
  2. Pertanyaannya jangan samar-samar
  3. Hindari pertanyaan yang bias.
  4. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

Pengembangan Instrumen Pengetahuan

Setelah dilakukan penyusunan kisi-kisi soal, maka dilanjutkan dengan pengembangan instrumen. Pengembangan instrumen ini merupakan salah satu bentuk kompetensi penting seorang guru. Termasuk dalam kompetensi tersebut adalah kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan penilaian. Dalam konteks pengembangan instrumen ini tidak dapat dilepaskan dari kompetensi profesional, karena terkait dengan penguasaan materi pembelajaran. Cakupan penguasaan materi adalah kurikulum mata pelajaran, substansi keilmuannya, dan penguasaan terhadap metodologinya.

Semua rumusan kompetensi dasar maupun indikator atau tujuan pembelajaran selalu terdiri atas proses kognitif, yang ditunjukkan dengan kata kerja operasional, dan dimensi pengetahuan, penilaian (kategori-kategori) pengetahuan tidaklah mungkin dilakukan tanpa menyertakan bagaimana pengetahuan tersebut digunakan dengan beragam proses kognitif. Kemdikbud (2017:43) memberikan contoh-contoh aktivitas atau pertanyaan yang sudah mengombinasikan kedua dimensi yang terdapat dalam rumusan kompetensi dasar, atau indikator, atau tujuan pembelajaran.

Tabel Contoh Pemetaan Soal Berdasarkan Dimensi Pengetahuan dan Dimensi Proses Kognitif

ppg58

Penyusunan tes tertulis, tes lisan, dan penugasan perlu memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal yang perlu diperhatikan dari segi materi, konstruksi dan bahasa. Puspendik (2018) menjelaskan kaidah penulisan soal berikut bentuk soal nya.

Soal Pilihan Ganda (PG)
Soal PG merupakan bentuk soal yang jawabannya dapat dipilih dari beberapa kemungkinan jawaban (option) yang telah disediakan. Setiap soal PG terdiri atas pokok soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban merupakan jawaban benar atau paling benar, sedangkan pengecoh merupakan jawaban tidak benar, tetapi peserta didik yang tidak menguasai materi memungkinkan memilih pengecoh tersebut.  Beberapa keunggulan dari bentuk soal PG adalah:

  1. dapat diskor dengan mudah, cepat, dan memiliki objektivitas yang tinggi;
  2. dapat mengukur berbagai tingkatan kognitif;
  3. mencakup ruang lingkup materi yang luas;
  4. tepat digunakan untuk ujian berskala besar yang hasilnya harus segera diumumkan, seperti ujian nasional, ujian akhir sekolah, dan ujian seleksi pegawai negeri.

Beberapa keterbatasan dari bentuk soal PG adalah:

  1. perlu waktu lama untuk menyusun soal;
  2. sulit membuat pengecoh yang homogen dan berfungsi;
  3. terdapat peluang untuk menebak kunci jawaban.

Penulisan soal bentuk PG, hendaknya penulis soal memperhatikan kaidah-kaidah berikut ini.

❑ Materi

  1. Soal harus sesuai dengan indikator.
  2. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi.
  3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang paling benar.

❑ Konstruksi

  1. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
  2. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
  3. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
  4. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda.
  5. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama.
  6. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan, “Semua pilihan jawaban di atas  salah” atau “Semua pilihan jawaban di atas benar”
  7. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
    urutan besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologisnya.
  8. Gambar, grafik, tabel, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas  dan berfungsi.
  9. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.

❑ Bahasa

  1. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
  2. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional.
  3. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
  4. Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan  satu kesatuan pengertian.

Soal Uraian
Soal bentuk uraian menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan- gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk uraian tertulis. Soal bentuk uraian memiliki keunggulan dapat mengukur kompetensi peserta didik dalam hal menyajikan jawaban terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat peserta didik sendiri.

Keterbatasannya terletak pada jumlah materi atau pokok bahasan yang dapat ditanyakan terbatas, waktu untuk memeriksa jawaban cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan tingkat reliabilitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda karena reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes.  Berdasarkan penskoran, soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif. Perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskoran. Pada soal uraian bentuk objektif, pedoman penskoran berisi kunci jawaban yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara jelas dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, pedoman penskoran berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.  Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian adalah sebagai berikut:

❑ Materi 

  1. Soal harus sesuai dengan indikator.
  2. Batasan pertanyaan dan jawaban yang diharapkan (ruang lingkup) harus jelas.
  3. Isi materi sesuai dengan tujuan pengukuran, misal soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya.
  4. Isi materi yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas.

Tingkat kompetensi yang diukur harus disesuaikan dengan tingkatan peserta didik, misal kompetensi pada jenjang SMP tidak boleh ditanyakan pada jenjang SD, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat SD tidak boleh ditanyakan pada jenjang SMP.

❑ Konstruksi

  1. Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus menggunakan kata-kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan menggunakan kata tanya yang tidak menuntut jawaban uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga kata ata tanya yang hanya menuntut jawaban ya atau tidak.
  2. Buatlah petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
  3. Buatlah pedoman penskoran segera setelah soal ditulis dengan cara menguraikan  komponen yang akan dinilai atau kriteria penskoran, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang dapat diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.
  4. Hal-hal lain yang menyertai soal seperti tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.

❑ Bahasa

  1. Rumusan butir soal menggunakan bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga mudah dipahami oleh peserta didik.
  2. Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang dapat menyinggung perasaan
    peserta didik atau kelompok tertentu.
  3. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
  4. Butir soal menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
  5. Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.
  6. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat.

Soal tes tidak hanya harus memperhatikan kaidah dari segi materi, konstruksi, dan bahasa, tetapi juga hal lain yang dipandang dapat menimbulkan akibat yang negatif. Penulis dan penelaah soal perlu peka terhadap isu-isu, topik, yang mungkin menimbulkan dampak negatif baik terhadap siswa maupun masyarakat. Sebagai contoh, menggunakan nama tokoh yang masih hidup dalam soal dapat diinterpretasikan mempromosikan tokoh tersebut. Demikan juga menggunakan gambar suatu produk dengan merek tertentu dapat dipandang sebagai usaha mempromosikan produk. Hal yang perlu dihindari dalam penulisan soal:

  1. Soal tidak boleh menyinggung suku, agama, ras, antar golongan (SARA);
  2. Soal tidak boleh bermuatan politik, pornografi, promosi produk komersil (iklan) atau instansi (nama sekolah, nama wilayah), kekerasan, dan bentuk lainnya yang dapat menimbulkan efek negatif atau hal-hal yang dapat menguntungkan atau merugikan kelompok tertentu.

 

Memahami Soal Higher Order Thinking Skill (HOTS)

Puspendik Kemdikbud pada tahun 2019 telah menerbitkan panduan penulisan soal  OTS, dapat diakses di link berikut di sini!

Pada panduan tersebut juga disertai contoh HOTS pada jenjang Sekolah Dasar. Selain itu, Bapak/Ibu juga dapat membaca bahan yang diterbitkan oleh Dirjen GTK di laman di sini!

Penjelasan tentang penilaian HOTS juga dapat disimak pada link ini!

Keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri. Berpikir logis adalah kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-evaluatif. Orang yang kritis selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki untuk menganalisis hal-hal  baru, misalnya dengan cara membandingkan atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga mampu menjustifikasi atau mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif adalah kemampuan menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan yang baru atau berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya.

Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan:

  1. transfer satu konsep ke konsep lainnya,
  2. memproses dan menerapkan informasi,
  3. mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda,
  4. menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan
  5. menelaah ide dan informasi secara kritis.

Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall (Kemdikbud, 2019). Dilihat dari dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimensi metakognitif, tidak sekadar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja. Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah (problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan (discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan yang tepat.

Instrumen penilaian HOTS umumnya tidak menyajikan semua informasi secara tersurat, tetapi memaksa peserta didik menggali sendiri informasi yang tersirat. Instrumen penilaian HOTS sebaiknya menggunakan berbagai representasi, antara lain verbal (berbentuk kalimat), visual (gambar, bagan, grafik, tabel, termasuk video), simbolis (simbol, ikon, inisial, isyarat), dan matematis (angka, rumus, persamaan). Kreativitas menyelesaikan permasalahan yang HOTS, terdiri atas:

  1. Kemampuan menyelesaikan permasalahan yang tidak familiar;
  2. Kemampuan mengevaluasi strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah  dari berbagai sudut pandang yang berbeda;
  3. Menemukan model-model penyelesaian baru yang berbeda dengan cara-cara sebelumnya.

Anderson dan Krathwohl (2001) mengategorikan kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan sesuatu menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan tetap memahami gambaran utuhnya sehingga diperoleh makna yang mendalam. Menganalisis di taksonomi Bloom revisi juga termasuk kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh makna yang lebih komprehensif. Kemampuan menganalisis juga dapat memicu proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan tepat.

Pada penyusunan soal HOTS, penulis soal dituntut dapat menentukan kompetensi yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan. Pertanyaan tersebut disertai stimulus yang tepat dalam konteks tertentu sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Selain itu, materi dengan penalaran tinggi yang akan ditanyakan, tidak selalu tersedia di dalam buku pelajaran. Oleh karena itu, dalam penyusunan soal HOTS dibutuhkan penguasaan materi ajar, keterampilan dalam menulis soal (konstruksi soal), dan kreativitas guru dalam memilih stimulus soal sesuai dengan situasi dan kondisi daerah di sekitar satuan pendidikan.

Secara spesifik langkah penyusunan instrumen soal/tes yang HOTS diperkuat dengan melakukan analisis kompetensi dasar (KD). Pada Kurikulum 2013, KD terdapat pada Permendikbud No. 37 tahun 2018. Selanjutnya, KD yang sudah ditentukan dianalisis berdasarkan tingkat kognitifnya. Tidak semua KD yang terdapat pada Permendikbud No. 37 tahun 2018 berada dalam tingkat kognitif yang sama. KD yang berada pada tingkat kognitif C4 (menganalisis), C5 (mengevaluasi), dan C6 (mencipta) dapat disusun soal HOTS. KD yang berada pada tingkat kognitif C1 (mengingat), C2 (memahami), dan C3 (menerapkan) tidak dapat langsung disusun soal HOTS.  Selanjutnya adalah menentukan stimulus yang diyakini akan mendorong peserta didik untuk mencermati soal. Stimulus yang tepat umumnya baru dan belum pernah dibaca oleh peserta didik. Stimulus kontekstual dimaksudkan stimulus yang sesuai dengan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari, menarik, mendorong peserta didik untuk membaca. Dalam konteks Ujian Sekolah, guru dapat memilih stimulus dari lingkungan sekolah atau daerah setempat.

Kemdikbud (2019:41) menyebutkan bahwa soal-soal HOTS merupakan asesmen yang berbasis situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari, di mana peserta didik diharapkan dapat menerapkan konsep-konsep pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan masalah. Termasuk pula bagaimana keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata. Berikut ini diuraikan lima karakteristik asesmen kontekstual, yang disingkat REACT:

  1. Relating, asesmen terkait langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata;
  2. Experiencing, asesmen yang ditekankan kepada penggalian (exploration), penemuan  (discovery), dan penciptaan (creation);
  3. Applying, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu  pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata;
  4. Communicating, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mampu mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah;
  5. Transfering, asesmen yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransformasi konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi atau konteks baru.

Ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik, adalah sebagai berikut:

  1. peserta didik mengonstruksi responnya sendiri, bukan sekadar memilih jawaban yang tersedia;
  2. tugas-tugas merupakan tantangan yang dihadapkan dalam dunia nyata;
  3. tugas-tugas yang diberikan tidak hanya memiliki satu jawaban tertentu yang benar, tetapi memungkinkan banyak jawaban benar atau semua jawaban benar.

Terdapat beberapa alternatif bentuk soal yang dapat digunakan untuk menulis butir soal HOTS diantaranya pilihan ganda dan uraian. Silahkan mencermati penulisan soal HOTS, terdapat dalam suatu pokok bahasan di mata pelajaran tertentu yang dapat diunduh dari unit pembelajaran SD pada laman berikut ini

Kemudian Analisa soal HOTS tersebut dengan cara menuliskan kelebihan dan kekurangan nya pada lembar berikut ini:

Misalnya dipilih pokok bahasan dari berbagai mata pelajaran berikut ini, cermati soal HOTS yang dituliskan dalam paket unit pembelajaran program PKB tersebut.

ppg59

Pengembangan Instrumen Keterampilan

Penilaian kinerja (performance assessment) adalah penilaian yang menghendaki peserta didik mendemonstrasikan dan menerapkan pengetahuannya ke dalam berbagai macam konteks yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Fokusnya dapat dilakukan pada proses atau produk. Penilaian kinerja yang fokus pada produk disebut penilaian produk. Penilaian kinerja yang fokus pada proses disebut penilaian praktik.  Puspendik (2015) menyebutkan bahwa penilaian kinerja yang berkualitas harus memperhatikan kriteria berikut:

  1. Generability, artinya kinerja peserta didik dalam melakukan tugas yang diberikan  pendidik dapat digeneralisasikan dengan tugas-tugas lainnya, terutama bila peserta didik diberi tugas dalam penilaian keterampilan yang berlainan.
  2. Authenticity, artinya tugas yang diberikan kepada peserta didik sudah sesuai dengan apa yang sering dihadapinya dalam konteks kehidupan sehari-hari.
  3. Multiple foci, artinya tugas yang diberikan kepada peserta didik mengukur lebih dari satu aspek kemampuan yang diinginkan.
  4. Teachability, artinya tugas yang diberikan merupakan tugas yang hasilnya relevan dengan yang diajarkan pendidik di kelas.
  5. Fairness, artinya tugas yang diberikan sudah adil (fair) untuk semua peserta didik, tidak “bias” untuk semua kelompok jenis kelamin, suku bangsa, agama, atau status sosial ekonomi.
  6. Feasibility, artinya tugas-tugas yang diberikan kepada peserta didik dalam penilaian keterampilan atau penilaian kinerja dapat dilaksanakan oleh peserta didik, misalnya yang berkaitan dengan faktor biaya, ruangan (tempat), waktu, atau peralatan
  7. Scorability, artinya tugas yang diberikan kepada peserta didik dapat diskor dengan akurat dan reliabel. Karena memang salah satu yang sensitif dari penilaian kinerja adalah penskorannya.

Selanjutnya disebutkan bahawa langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam  penilaian kinerja antara lain adalah:

  1. Mengidentifikasi semua langkah-langkah penting yang akan mempengaruhi hasil  akhir (output)
  2. Menuliskan dan memetakan semua aspek kemampuan spesifik yang penting dan  diperlukan untuk menyelesaikan tugas dan menghasilkan hasil akhir (output) yang terbaik.
  3. Mengusahakan aspek kemampuan yang akan diukur tidak terlalu banyak, sehingga semuanya dapat diobservasi selama peserta didik melaksanakan tugas.
  4. Mendefinisikan dengan jelas semua aspek kemampuan yang akan diukur. Kemampuan tersebut atau produk yang akan dihasilkan harus dapat diamati (observable).
  5. Memeriksa dan membandingkan kembali semua aspek kemampuan yang sudah dibuat sebelumnya oleh orang lain di lapangan (jika ada pembandingnya).

Dalam melakukan penilaian kinerja digunakan dua pendekatan, yaitu holistic dan analytic. Metode holistic digunakan apabila pemberi skor (rater) hanya memberikan satu macam skor atau nilai (single rating) berdasarkan kesan mereka secara keseluruhan dari hasil kinerja peserta didik. Sedangkan pada metode analytic pemberi skor (rater) memberikan penilaian (skor) pada berbagai aspek kinerja yang berbeda. Puspendik (2015) memberikan contoh pedoman penilaian menggunakan checklist berikut ini.

ppg60

Contoh pedoman penilaian dengan menggunakan rating score.
Petunjuk: Untuk setiap kemampuan peserta didik, berilah tanda √ berdasarkan kriteria:
Skor 4 bila peserta didik melakukan dengan tepat
Skor 3 bila peserta didik melakukan kurang tepat
Skor 2 bila peserta didik melakukan tidak tepat
Skor 1 bila peserta didik tidak melakukan

ppg61ppg62

Menurut Kemdikbud (2016), penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan pelaporan. Pada penilaian proyek ada 4 (empat) hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

  1. Kemampuan pengelolaan  Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi, mengelola waktu pengumpulan data, dan penulisan laporan yang dilaksanakan secara kelompok.
  2. Relevansi  Kesesuaian tugas proyek dengan muatan pelajaran.
  3. Keaslian  Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karya sendiri di bawah bimbingan pendidik.
  4. Inovasi dan kreativitas Proyek yang dilakukan peserta didik mengandung unsur-unsur kebaruan atau sesuatu yang berbeda dari biasanya.

Portofolio merupakan kumpulan dokumen hasil penilaian, penghargaan, dan karya peserta didik dalam bidang tertentu yang mencerminkan perkembangan (reflektif integratif) dalam kurun waktu tertentu. Pada akhir periode portofolio tersebut dinilai oleh pendidik bersama-sama dengan peserta didik dan selanjutnya diserahkan kepada pendidik pada kelas berikutnya dan dilaporkan kepada orangtua sebagai bukti autentik perkembangan peserta didik.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan panduan dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah adalah sebagai berikut:

  1. karya asli peserta didik
  2. saling percaya antara pendidik dan peserta didik
  3. kerahasiaan bersama antara pendidik dan peserta didik
  4. milik bersama antara peserta didik dan pendidik
  5. kepuasan pada diri peserta didik
  6. kesesuaian dengan kompetensi dalam kurikulum
  7. penilaian proses dan hasil
  8. penilaian yang tidak terpisahkan dari proses pembelajaran
  9. Bentuk portofolio:
  • File folder yang bisa digunakan untuk menyimpan berbagai  hasil karya terkait dengan produk seni (gambar, kerajinan tangan, dan sebagainya);
  • Album berisi foto, video, audio;
  • Stopmap berisi tugas-tugas imla/dikte dan tulisan (karangan, catatan) dan sebagainya;
  • Buku siswa yang disusun berdasarkanKurikulum 2013, juga merupakan portofolio peserta didik SD

Dalam menggunakan portofolio, pendidik beserta peserta didik perlu memperhatikan hal-hal berikut:

  1. masing-masing peserta didik memiliki portofolio sendiri yang di dalamnya memuat hasil belajar peserta didik;
  2. menentukan hasil kerja yang perlu dikumpulkan/disimpan;
  3. sewaktu-waktu peserta didik diharuskan membaca catatan pendidik yang berisi komentar, masukan, dan tindakan lebih lanjut yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka memperbaiki hasil kerja dan sikap;
  4. peserta didik dengan kesadaran sendiri menindaklanjuti catatan pendidik;
  5. catatan pendidik dan perbaikan hasil kerja yang dilakukan peserta didik perlu diberi tanggal sehingga perkembangan kemajuan belajar peserta didik dapat terlihat.

Untuk memberikan gambaran ringkas dalam penilaian keterampilan jenjang Sekolah Dasar, disajikan Gambar berikut ini:

ppg63

Latihan
Untuk memperdalam pemahaman mengenai Kegiatan Belajar 2, mengembangkan Instrumen penilaian, kerjakanlah latihan berikut:

  1. Jelaskan mengapa kemampuan proses menganalisis (analyzing), mengevaluasi
    (evaluating), dan mencipta (creating) termasuk berpikir tingkat tinggi.
  2. Jelaskan HOTS sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran.
  3. Jelaskan bagaimana penulis soal HOTS menentukan kompetensi yang hendak diukur dan merumuskan materi yang akan dijadikan dasar pertanyaan.
  4. Susunlah soal HOTS dari kisi-kisi yang telah Anda susun pada Kegiatan Belajar
  5. Perhatikan contoh penilaian kinerja (praktik, produk, proyek) di jenjang SD yang dimulai pada halaman 17, buku dapat diakses di laman berikut ini. Silahkan Analisa kelebihan dan kekurangan instrumen tersebut.

Rangkuman

Penilaian sikap peserta didik dapat dilakukan pendidik dengan menggunakan lembar observasi (pengamatan), baik observasi tertutup maupun terbuka. Untuk melengkapi hasil penilaian sikap tersebut, pendidik juga dapat menggunakan penilaian diri dan penilaian antar teman sebagai penunjang.

Penyusunan tes tertulis, tes lisan, dan penugasan perlu memperhatikan kaidah-kaidah penulisan soal yang perlu diperhatikan dari segi materi, konstruksi dan Bahasa.  Soal HOTS mengukur keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate), menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply) dan mengintegrasikan (integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata.  Penilaian kinerja menghendaki peserta didik mendemonstrasikan dan menerapkan pengetahuannya ke dalam berbagai macam konteks yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Fokusnya dapat dilakukan pada proses atau produk.

Formatif

Kerjakan Tes Formatif berikut ini:

  1. Jelaskan mengapa soal yang berbentuk isian singkat/melengkapi dan jawaban singkat atau pendek dapat menjadi soal HOTS.
  2. Jelaskan ciri-ciri asesmen kontekstual yang berbasis pada asesmen autentik dapat  memfasilitasi pengembangan soal HOTS.
  3. Susunlah beberapa soal HOTS yang menunjukkan lima karakteristik asesmen kontekstual (REACT).
  4. Susunlah instrument penilaian dari indikator yang telah Anda susun pada Tes Formatif
  5. Apa prediksi kesulitan yang akan dialami mahasiswa PPG dalam penyusun instrument  dan bimbingan yang perlu diberikan.

Refleksi
Bapak dan Ibu Dosen/Instruktur, setelah melakukan aktivitas KB 2, lakukanlah refleksi dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Sebelum mempelajari penyusunan instrumen,
     saya berpikir bahwa …………………………………………………….………
     saya merasa bahwa …………………………………………………….……….
  2. Setelah mempelajari penyusunan instrumen,
     saya berpikir bahwa ……………………………………………………………
     saya merasa bahwa …………………………………………………………….
  3. Tantangan yang mungkin akan saya hadapi ketika membimbing mahasiswa PPG menyusun instrument adalah ………………………………………….
    …………………….………………………………………………………………………
    …………………….………………………………………………………………………
  4. Selanjutnya, terkait dengan pembimbingan mahasiswa PPG dalam menyusun
    instrumen, saya merencanakan untuk …………………………………..
    ……………………………………………………………………………………………
    ……………………………………………………………………………………………

 

 

Categories: Uncategorized

2 Comments

Penyusunan Kisi-Kisi Instrumen – SDN 7 SUBAGAN · May 16, 2020 at 12:25 am

[…] KB 2 Pengembangan Instrumen […]

Laporan Diklat Dosen/Instruktur PPG| Hari III ~ 13 Mei 2020 Kelas 22 – SDN 7 SUBAGAN · May 16, 2020 at 12:36 am

[…] KB 2 Pengembangan Instrumen […]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: